Thursday, November 18, 2004

Bursa Berjangka Jakarta by Don Rico Menayang

BI, Komoditas Jumat, 17/09/2004

BBJ drakula atau pahlawan?

Betapa ironisnya perjalanan hidup PT Bursa Berjangka Jakarta (BBJ). Kelahirannya dahulu ditunggu-tunggu semua pihak bagaikan seorang bayi pahlawan yang akan membawa jawaban, atas kebutuhan perekonomian nasional dan ekonomi kerakyatan. Saat ini, perlahan-lahan BBJ justru menjelma menjadi remaja vampire, penghisap darah berupa dana marjin masyarakat yang gemar spekulasi melalui pialang gelap. Ini mengingatkan saya pada sebuah film berjudul Blade yang dibintangi Wesley Snipe. Si Blade yang dilahirkan hasil hubungan drakula dan manusia berpenampilan sebagai manusia, mempunyai kekuatan supranatural drakula. Sebagai manusia dia mempunyai tabiat yang baik, namun karena turunan drakula maka dia tetap memiliki keinginan menghisap darah manusia. Keadaan ini menyebabkan dia sesekali harus bertarung melawan keinginannya sendiri yang berkecamuk di dalam jiwanya untuk melawan hukum, ya menghisap darah manusia itu. Kelahiran BBJ pun, sejauh yang secara pribadi dapat saya ikuti dari dekat dan cermati, mirip dengan alur film tersebut.

Kelahirannya sudah lama dinantikan oleh pemerintah, pelaku pasar, petani, pedagang dan prosesor semenjak awal 1990-an. Pada akhirnya terwujud saat DPR mengundangkan UU No.32 tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi, yang disusul pendirian badan usaha BBJ pada 19 Agustus 1999, untuk beroperasi akhir 2000. Maka harapanpun merekah bahwa bayi BBJ akan mampu menunjang program ekonomi kerakyatan dalam rangka Indonesia bangkit secara ekonomi dengan mengandalkan pertumbuhan ekonomi berbasis pertanian dan budi-daya lainnya. Itu berarti komoditas-komoditas yang perdagangkan di BBJ seharusnya adalah komoditas yang terkait secara langsung, riil dan kongkrit dengan dunia usaha di Indonesia.

Daftar komoditas-komoditas tersebut ada pada Kepres No.119/2001, yakni kopi, minyak sawit, plywood, karet, kakao, lada, gula pasir, kacang tanah, kedelai, cengkeh, udang, ikan bahan bakar minyak, gas alam, tenaga listrik, emas, batubara, timah, pulp dan kertas, benang, semen dan pupuk. Namun sekarang, BBJ lebih memfokuskan diri pada perdagangan kontrak-kontrak asal luar negeri yang tidak ada hubungannya dengan perekonomian nasional, apalagi ekonomi kerakyatan. Bila menyimak transaksi yang terjadi di BBJ maka kontrak indeks Nikei, Hang Seng, Forex, dan kontrak-kontrak yang diperdagangkan bursa-bursa lain di luar negeri sajalah yang menguasai perdagangan di BBJ, lebih dari 90%. Sedangkan kontrak-kontrak komoditas asal Indonesia yang semuanya berjumlah 22 komoditas yang sudah ada Keppres-nya justru tidak diperdagangkan (kecuali Olein) Kontrak Olein dalam satu hari hanya mencapai rata-rata 50 lot per hari (11,4%) dibandingkan kontrak-kontrak indeks dan valas rata-rata 3.700 lot per hari.

Betapa ironisnya bahwa kontrak minyak sawit tidak berjalan lancar di BBJ, padahal dari pemegang saham BBJ yang berjumlah 29 entitas tersebut, 11 entitas atau mayoritas terbesar adalah dari kalangan pemilik perkebunan sawit, produsen CPO, dan prosesor minyak goreng.

Hambat GCG? Apakah ada pihak-pihak, termasuk kalangan internal seperti pemegang saham, yang membentuk konspirasi dengan misi justru membendung agar jangan sampai kontrak-kontrak tersebut diperdagangkan di BBJ? Bila kontrak-kontrak itu diperdagangkan di BBJ maka perdagangan memang menjadi transparan, memperkecil kemungkinan korupsi, mencuatkan isu penggelapan pajak, dan menunjang prinsip Good Corporate Governance.

Semua hal-hal baik tersebut yang justru sangat dibenci oleh orang-orang beritikad kurang baik yang punya 'agenda' tersembunyi. Yang paling tragis adalah BBJ mengambil jalan pintas dengan menjadikan perdagangan indeks saham dan valuta asing (valas), sebagai komoditas andalan, dengan mengesampingkan sama sekali komoditas pertanian. Hal ini merupakan pelanggaran serius atas Pasal 3 UU No.32/97 yang berbunyi, "Komoditas yang dapat dijadikan subjek Kontrak Berjangka ditetapkan dengan Keputusan Presiden". Indeks saham dan valas serta beberapa komoditas asing lainnya belum ada Keppresnya.

Komoditas-komoditas tersebut kerap dikemas dalam bentuk perdagangan marjin oleh para pialang ilegal atau pialang nakal dalam menjaring calon nasabahnya. Hingga saat ini sudah ada paling tidak 766 terjerat kasus pelanggaran UU No.32/1997 dilaporkan oleh masyarakat yang merasa dirugikan, 66 diantaranya sedang diproses, 5 sudah dimajukan ke kantor kejaksaan, dan 2 sudah divonis di pengadilan. Tindakan pelanggaran tersebut semuanya menggunakan modus operandi transaksi marjin valas, indeks dan komoditas pertanian asing seperti kapas, kacang merah, kacang kedelai, kakao atau lainnya. Permainan ini sekarang dilakukan oleh sebagian pialang anggota BBJ. Sebagian besar pialang ilegal yang tadinya bermain di pasar gelap sekarang telah resmi menjadi anggota BBJ, yang memfasilitasi kegiatan ini padahal dengan kondisi saat ini BBJ belum siap mengontrol risikonya, apalagi mengelola risikonya. BBJ memfasilitasi perdagangan margin indeks dan valas ini dengan mendapatkan fee, sehingga tatkala pialang anggota BBJ ada yang nakal sehingga ada pihak yang tertipu maka BBJ otomatis akan menjadi pihak yang membantu terjadinya penipuan tersebut. Menerima fee dari anggota bursa untuk kegiatan di grey area seperti itu dapat dilihat seakan menerima uang sogokan dari anggota bursa.

Bila pialang anggota BBJ dituduh sebagai bandar, maka BBJ bisa dituduh sebagai bandar besar. Bila pialang nakal diandaikan sebagai drakula penghisap darah nasabah korbannya, maka BBJ kebagian darah nasabah yang menjadi korban penipuan pialang nakal tersebut. Kontrak-kontrak grey area tersebut tidak memenuhi kriteria sebagai kontrak futures yang sudah ada Keppres-nya, dan tidak juga merupakan kontrak fisik sehingga bisa memenuhi persyaratan UU No. 32/97 Pasal 3. Es tipis Bisa dibayangkan, betapa BBJ sedang berjalan di atas es yang sangat tipis (walking on the thin ice) karena risiko sistemik yang berdampak pada fluktuasi kurs bisa terjadi kapan saja dan dimana saja. Data Bank for International Settlement menunjukkan perdagangan cross-currency dunia yang pada 1989 hanya US$ 650 milyar, pada 1992 menjadi US$ 1,3 triliun, dan 2002 sudah mencapai US$ 2,2 triliun.

Apakah dunia usaha valas di Indonesia yang terdiri atas pialang-pialang anggota BBJ serta nasabahnya mampu menerima "hantaman" gelombang besar dampak fluktuasi kurs cross currency tersebut jika itu terjadi? Siapa yang akan bertanggung jawab? Apakah peraturan perundang-undangan yang ada cukup untuk dipakai mempertanggung jawabkan diri di depan masyarakat yang dirugikan? Ingat era akhir 1980-an ketika George Soros menggempur poundsterling sampai Bank of England kelimpungan? Atau era 1990-an pada waktu grup Robert Kuok meng-corner pasar CPO di Malaysia sehingga terjadi gagal serah gagal bayar massal? Atau Nick Leeson yang menghancurkan perusahan berumur seratus tahun lebih Barings Inc? Empat tahun berjalan sudah semenjak BBJ beroperasi, mungkin dapat diandaikan BBJ telah beranjak dari bayi memasuki usia remaja. BBJ tahun ini telah mencapai BEP, berarti telah mampu berdiri diatas kaki sendiri. Memang keperkasaan BBJ yang berpotensi menjadi katalis pembangunan nasional juga tidak bisa dipungkiri, jadi pertanyaannya, bagaimana kita bisa mengarahkan BBJ kedepan untuk kepentingan perekonomian nasional.

Apakah kita akan membiarkan BBJ bertumbuh menjadi seorang drakula atau manusia berbudi luhur penegak kebenaran, seperti dalam film Blade? Seperti pertanyaan Alfred Steinherr, seorang penulis buku soal dunia derivatif, Is it Beast or Beauty? dalam buku-nya berjudul Derivatives, The Wild Beast of Finance.

Oleh
D.Rico Menayang Pemerhati Pasar Keuangan dan Komoditas

Posted by
Ali Indradjit
http://www.Perwarisan.com
http://www.dbc-asset.com

SKEMA PIRAMIDA

PIRAMIDA – Argumentasi Sistem yang Tidak Fair

Mengapa kami mencoba menulis tentang Sistem Piramida dalam Bisnis?

“Buying Time With Financial Freedom” Salah satu peluang untuk mendapatkan hal tersebut adalah dengan mengikuti Bisnis dengan Skema Network Marketing.

Di Indonesia sudah mulai banyak orang ingin memiliki penghasilan yang besar dan memiliki waktu yang cukup untuk menikmati penghasilan tersebut. Makin banyak orang yang ingin memiliki bisnis sendiri. Lalu sistem Network Marketing menjadi salah satu pilihan mereka.

Setelah melakukan riset di internet, banyak sekali artikel yang melarang kita untuk masuk ke dalam skema bisnis piramida. Tapi sebenarnya apa itu bisnis Piramida?

Skema Piramida disebut sebagai suatu sistem yang tidak sah dimana banyak orang yang berada pada lapisan terbawah membayar sejumlah uang kepada sejumlah orang yang berada di lapisan piramida teratas. Setiap anggota baru membeli peluang untuk naik ke lapisan teratas dan mendapat keuntungan dari orang lain yang bergabung kemudian.

Lalu bagaimana beda skema piramida dengan skema Network Marketing?

Kalau dilihat dari luarnya saja, sebenernya sama-sama memiliki struktur piramida kan? Karena dalam Network Marketing pun kita dapat dibilang sukses bila kita bisa membangun jaringan sebesar-besarnya.

Tapi mengapa dalam bisnis Network Marketing struktur piramida tersebut menjadi sah?

Jawaban kunci untuk pertanyaan ini adalah NILAI. Dalam bisnis MLM yang sah ada NILAI yang bergerak ke atas dan ke bawah. Seorang yang baru bergabung akan menyetorkan sejumlah untuk UNTUK mendapatkan sejumlah barang. Bisnis yang sah akan menekankan dalam pergerakan NILAI ini.

Dalam skema piramida yang tidak sah, tidak ada NILAI yang bergerak ke bawah. Seandainya pun ada, itu hanya sebagai kedok saja.

Contoh aturan skema piramida yang tidak sah:

1. Biaya Pendaftaran keanggotaan berikut paket produk, sangat mahal;
2. Harga dari produk-produknya tidak masuk akal;
3. Sistim dibuat menyerupai Penjualan Berjenjang;
4. Imbalan diberikan berdasarkan tersusunnya jaringan berbentuk piramida dengan jumlah orang dalam format tertentu, fokus pada rekruting, bukan penjualan;
5. Anggota dibatasi untuk memiliki jumlah downline langsung yang telah ditentukan, dan anggota diberi kebebasan untuk memiliki lebih dari satu posisi;
6. Masa keanggotaan kadangkala berlangsung sampai format tertentu;
7. Program pemasaran skema piramida sangat rumit dan susah dipelajari;
8. Tidak ada pelatihan khusus untuk anggotanya yang membahas tuntas mengenai produk;

Jadi bisa kita lihat dalam contoh di atas, kalau dalam skema piramida yang tidak sah, tidak ada NILAI yang bergerak ke bawah. Ini berarti tidak ada produk sah yang dijual. Sistem ini hanya 'mempergunakan' struktur piramida untuk memperoleh uang dari mereka yang bergabung belakangan.

Sebagai pelaku bisnis MLM, kami sering kali mendapatkan pertanyaan: Apakah bisnis anda ini termasuk sistem piramida? Bila kami tanya kembali: Menurut anda apa itu bisnis piramida? Kebanyakan dari mereka menjawab dengan tidak pasti, seperti: Ya.. katanya sih bisnis piramida itu bisnis yang tidak sah (illegal) dan unsur penipuannya.

Hal-hal seperti ini yang lalu mencoreng nama bisnis Network Marketing yang sah. Karena ketidak tahuan mereka atas apa sebenarnya bisnis piramida itu.

Coba sekarang kita lihat sebuah kantor pada umumnya. Di posisi paling atas ada seorang Chief Executive Officer (Owner), lalu ada Dewan Direksi, kemudian beberapa Manajer, dan lalu staff biasa. Paling banyak orang berada dalam level staff biasa. Siapa yang paling banyak melakukan pekerjaan? Staff biasa jawabannya. Siapa yang paling banyak mendapatkan uang? Presiden Direktur tentunya.
Contoh : Bandingkan penghasilan yang di peroleh Bill Gates dengan seorang staff biasa di Microsoft.
Apakah kantor ini menganut sistem piramida? Apakah orang yang melamar kerja di kantor tersebut akan bertanya: Apakah kantor anda ini termasuk sistem piramida?

Strukturnya memang piramida, tetapi ada NILAI yang bergerak. Ada "produk" yang dihasilkan oleh para Staff, ini lah nilai yang bergerak ke atas, dan para staff mendapatkan upahnya, inilah nilai yang bergerak ke bawah.

Sekarang coba kita bandingkan dengan bisnis Network Marketing yang menganut struktur piramida yang sah. Dalam bisnis piramida yang sah, orang2 yang berada di level bawah adalah orang yang berada di level atas dari piramida mereka, dan apabila mereka pandai dalam menjalankan strategi marketingnya, mereka akan menerima pendapatan lebih banyak di bandingkan orang2 yang berada di level atas mereka.

Mereka yang melakukan pekerjaan lebih baik akan mendapat pendapatan lebih banyak. Dengan kata lain apa bila anda tidak melakukan penjualan, dan tidak membantu downline anda untuk melakukan penjualan, anda tidak akan menerima apa-apa.

Jadi, dalam bisnis yang menganut struktur piramida yang sah, dimanapun posisi anda, anda akan memiliki kesempatan yang sama dengan anggota lainnya, untuk menjadi "CEO (Owner)" dari bisnis anda. Lebih adil bukan?



Ali Indradjit
The Future Belong to Those Have Seen before it became Obvious
http://www.dbc-network.biz/?id=indrajid